Putin dan Xi Jinping janjikan era baru melawan dominasi AS (Foto: Reuters)
Beijing - Presiden China atau Tiongkok Xi Jinping dan
Presiden Rusia Vladimir Putin pada Kamis (16/5/2024) menjanjikan sebuah
"era baru" kemitraan antara dua rival paling kuat Amerika Serikat
(AS), yang mereka anggap sebagai hegemon agresif Perang Dingin yang menaburkan
kekacauan di seluruh dunia.
Xi menyambut Putin di karpet merah di luar Aula Besar Rakyat
di Beijing, di mana mereka disambut oleh barisan tentara Tentara Pembebasan
Rakyat, penghormatan 21 senjata di Lapangan Tiananmen, dan anak-anak yang
mengibarkan bendera Tiongkok dan Rusia.
Tiongkok dan Rusia mendeklarasikan kemitraan tanpa batas
pada Februari 2022 ketika Putin mengunjungi Beijing hanya beberapa hari sebelum
ia mengirim puluhan ribu tentara ke Ukraina, sehingga memicu perang darat
paling mematikan di Eropa sejak Perang Dunia Kedua.
Xi, 70, dan Putin, 71, menandatangani pernyataan bersama
pada hari Kamis tentang 'era baru' yang menyatakan penentangan terhadap AS
dalam sejumlah masalah keamanan dan pandangan bersama dalam segala hal mulai
dari Taiwan dan Ukraina hingga Korea Utara dan kerja sama dalam bidang baru
yakni teknologi nuklir yang damai dan keuangan.
“Hubungan
Tiongkok-Rusia saat ini diperoleh dengan susah payah, dan kedua belah pihak
perlu menghargai dan memeliharanya,” kata Xi kepada Putin, dikutip Reuters.
"Tiongkok bersedia bersama mencapai pembangunan dan
peremajaan negara kita masing-masing, dan bekerja sama untuk menegakkan
keadilan dan keadilan di dunia,” lanjutnya.
Rusia, yang melancarkan perang melawan pasukan Ukraina yang
disuplai Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), dan Tiongkok, di bawah tekanan
dari upaya bersama AS untuk melawan kekuatan militer dan ekonominya yang
semakin meningkat, semakin menemukan tujuan geopolitik yang sama.
Xi telah mengatakan kepada Putin bahwa keduanya memiliki
peluang untuk mendorong perubahan yang belum pernah terjadi di dunia selama
satu abad terakhir, yang oleh banyak analis dilihat sebagai upaya untuk
menantang tatanan global yang dipimpin oleh AS.
Pemerintah negara-negara tersebut, yang berusaha melawan
rasa malu yang dirasakan akibat keruntuhan Uni Soviet pada tahun 1991 dan
dominasi kolonial Eropa selama berabad-abad atas Tiongkok, berupaya untuk
menggambarkan negara-negara Barat sebagai negara yang dekaden dan sedang
mengalami kemunduran, dengan Tiongkok menantang supremasi AS dalam segala hal
mulai dari komputasi kuantum dan biologi sintetik hingga spionase dan kekuatan
militer yang keras.
Namun Tiongkok dan Rusia menghadapi tantangannya
masing-masing, termasuk melambatnya perekonomian Tiongkok serta semakin berani
dan berkembangnya NATO setelah invasi Rusia ke Ukraina.
Washington menganggap Tiongkok sebagai pesaing terbesarnya
dan Rusia sebagai ancaman negara terbesarnya.
AS memandang keduanya sebagai penguasa otoriter yang telah
meniadakan kebebasan berpendapat dan menerapkan kontrol ketat di dalam negeri
terhadap media dan pengadilan. Biden menyebut Xi sebagai diktator dan
mengatakan Putin adalah pembunuh dan bahkan "SOB gila". Beijing dan
Moskow telah mengancam Biden
atas komentar tersebut.
(sus/sus)