Jakarta - Direktorat
Tindak Pidana Narkoba (Dittipidnarkoba) Bareskrim Polri menangkap tiga
tersangka dalam kasus peredaran gelap obat perangsang dengan sebutan
"poppers" yang digunakan untuk pesta seks kelompok sesama jenis.
"Untuk kasus obat perangsang, inisial tersangka-nya
adalah RCL, P, dan MS. Jadi ini obat digunakan untuk seks oleh kelompok
tertentu yang sesama jenis. Iya (untuk pesta LGBTQ)," kata Dirtipidnarkoba
Bareskrim Polri Brigjen Pol Mukti Juharsa dalam konferensi pers di Gedung
Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (22/7).
Dia mengatakan, barang bukti yang diamankan dalam kasus
tersebut adalah 959 botol obat dan 710 kotak obat. Berdasarkan hasil
penyelidikan, diketahui bahwa obat tersebut digunakan oleh kelompok tertentu
untuk berhubungan seksual pria-wanita maupun sesama jenis atau LGBTQ.
Dalam kesempatan yang sama, Kasubdit 3 Dittipidnarkoba
Bareskrim Polri Kombes Pol Suhermanto menjelaskan bahwa obat perangsang itu
mengandung isobutil nitrit dan sudah ada peringatan dari BPOM pada tanggal 13
Oktober 2021 terkait larangan penggunaan bahan kimia tersebut.
"Cara penggunaannya dihirup dan setelah itu dilarang.
Mengapa dilarang? Karena berbahaya dan bisa menyebabkan stroke, serangan
jantung, hingga kematian," ucap dia.
Pengungkapan berawal ketika penyidik mendapatkan laporan
dari masyarakat pada awal bulan Juli 2024 tentang maraknya peredaran obat
tersebut. Lalu, kepolisian berhasil mengungkap peredaran "poppers" di
Bekasi Utara dan menangkap tersangka RCL.
Tersangka mengaku bahwa obat perangsang tersebut diimpor
langsung dari China melalui E dan menjualnya di toko daring (marketplace).
Namun, setelah adanya pelarangan dari BPOM, RCL mengedarkan obat tersebut
melalui komunitas tertentu serta melalui tawaran langsung ke
pelanggan-pelanggan lamanya lewat media sosial.
Tidak hanya RCL, penyidik juga mengungkap kasus peredaran
obat perangsang di wilayah Banten dan menangkap tersangka P dan MS.
Adapun P dan MS menjual obat perangsang sejak awal tahun
2022 dengan memanfaatkan media sosial "X" dan aplikasi khusus LQBTQ
bernama "Hornet". Keduanya mengimpor obat berbahaya tersebut dari L
yang merupakan WNA China.
Saat ini, E dan L selaku eksportir masuk dalam Daftar
Pencarian Orang (DPO).
Para tersangka dijerat dengan Pasal 435 Undang-Undang (UU)
Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan terkait dengan sediaan farmasi dengan
ancaman penjara maksimal 12 tahun dan denda Rp5 miliar.
(sry/sry)