Presiden baru Taiwan Lai Ching-te berbicara di atas panggung saat upacara pelantikan di luar gedung kantor Kepresidenan di Taipei, Taiwan (20/5/2024). Foto: Carlos Garcia Rawlins/ REUTERS
Taiwan - Presiden
baru Taiwan, Lai Ching-te, dilantik pada Senin (20/5). Lai berjanji akan
membela demokrasi pulau tersebut dan meminta China mengakhiri intimidasi
militernya terhadap Taiwan.
Dikutip dari AFP, Beijing pernah menyebut Lai sebagai
separatis berbahaya. China kembali berkomentar beberapa jam usai pelantikan Lai
dan menyebut kemerdekaan Taiwan hanyalah jalan buntu.
Dalam pidato pelantikannya, Lai menyinggung ancaman perang
setelah bertahun-tahun meningkatnya tekanan dari China.
“Era kejayaan demokrasi Taiwan telah tiba, terima kasih
kepada masyarakat karena menolak terpengaruh oleh kekuatan eksternal, dengan
tegas membela demokrasi,” tutur Lai dalam pidato pelantikannya, seperti dikutip
dari AFP.
“Menghadapi banyaknya ancaman dan upaya infiltrasi dari
China, kita harus menunjukkan tekad untuk membela negara kita, meningkatkan
kesadaran pertahanan, dan memperkuat kerangka hukum untuk keamanan nasional,”
lanjut Lai.
Ia juga mengatakan, pemerintahannya tidak akan menyerah atau
memprovokasi, dan akan mempertahankan status quo–suatu keseimbangan yang
menjaga kedaulatan Taiwan tanpa mendeklarasikan kemerdekaan formal.
“Saya juga ingin menyerukan kepada China untuk menghentikan
intimidasi politik dan militer mereka terhadap Taiwan,” kata Lai.
Dia mendesak Beijing agar berbagi dalam tanggung jawab
global untuk menjaga perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan dan memastikan
dunia bebas dari ketakutan akan perang.
Lai telah berulang kali mengajukan tawaran untuk
berkomunikasi dengan China. Namun, hal itu terputus oleh Beijing pada 2016
ketika pendahulunya, Tsai Ing-wen, mengambil alih kekuasaan.
Dalam pelatinkannya, Lai berharap China akan memilih dialog
daripada konfrontasi. Ia kemudian menyerukan Beijing untuk memulai kembali
pariwisata dan mengizinkan pelajar China untuk belajar di Taiwan.
Terkait pelantikan Lai, jubir Kemlu China Wang
Beberapa jam setelah pidatonya, Kementerian Luar Negeri
Beijing kembali memperingatkan kemerdekaan Taiwan tidak akan terwujud.
"Tidak peduli dengan kedok atau bendera apa pun, upaya
untuk mencapai kemerdekaan dan pemisahan diri Taiwan pasti akan gagal,"
kata juru bicara Tiongkok, Wang Wenbin.
Kemerdekaan Taiwan dan Dukungan AS
Taiwan telah memiliki pemerintahannya sendiri sejak 1949.
Saat itu kaum nasionalis melarikan diri ke Taiwan, menyusul kekalahan mereka
dari pasukan komunis dalam perang saudara di daratan China.
Selama lebih dari 70 tahun, China menganggap Taiwan sebagai
bagian dari wilayahnya dan telah lama mengancam akan menggunakan kekuatan untuk
membawa pulau itu kembali di bawah kendalinya.
Usai pelantikan, media pemerintah China melaporkan bahwa
Beijing menjatuhkan sanksi terhadap tiga perusahaan pertahanan AS atas
penjualan senjata mereka ke Taipei. Sementara itu, platform media sosial Weibo
memblokir tagar yang merujuk pada pelantikan tersebut.
Pesawat tempur dan kapal angkatan laut China mondar-mandir
hampir setiap hari di sekitar pulau tersebut.
Lai dan Wakil Presiden Hsiao Bi-khim merupakan bagian dari
Partai Progresif Demokratik (DPP). Keduanya terkenal getol memperjuangkan
kedaulatan Taiwan. China menjuluki mereka sebagai "duo kemerdekaan”.
Dengan hanya 12 sekutu resmi, Taipei tidak memiliki
pengakuan diplomatik di panggung dunia. Delapan kepala negara yang mengakui Taiwan
hadir dalam upacara pelantikan Lai. Lebih dari 40 negara lainnya, termasuk
Amerika Serikat, Jepang, dan Kanada, juga mengirimkan delegasi.
Amerika Serikat mengalihkan pengakuan diplomatik dari Taiwan
ke China pada 1979 namun tetap menjadi mitra terpenting dan pemasok senjata
terbesar bagi Taiwan.
Lai diperkirakan akan lebih meningkatkan hubungan pertahanan
dengan Washington selama masa jabatan empat tahunnya.
Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, mengucapkan selamat
atas pelatikan Lai. Ia ingin memperdalam hubungan Washington dan Taipei dan
menjaga perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan.
“Kami juga mengucapkan selamat kepada rakyat Taiwan karena
sekali lagi menunjukkan kekuatan sistem demokrasi mereka yang kuat dan
tangguh,” kata Blinken.
Taiwan memiliki pemerintahan, militer, dan mata uangnya
sendiri. Mayoritas dari 23 juta penduduknya memandang diri mereka memiliki
identitas Taiwan yang berbeda, terpisah dari China.
“Saya pikir lebih baik tidak terlalu dekat dengan China atau
terlalu jauh dari China – lebih baik menjaga perasaan netral,” kata seorang
warga Taiwan yang sedang menjalani wajib militer, seperti dikutip dari AFP.
Di dalam negeri, Lai menghadapi tantangan lain setelah DPP
yang dipimpinnya kehilangan mayoritas di badan legislatif pada pemilu Januari
2024. Akan sulit baginya untuk memaksakan berbagai kebijakan.
Banyak warga Taiwan yang tidak begitu khawatir terhadap
ancaman konflik. Mereka lebih takut dengan melonjaknya harga rumah,
meningkatnya biaya hidup, dan stagnasi upah.
Lai pada hari Senin berjanji untuk memperluas investasi di
masyarakat dan memastikan pulau itu menjadi kekuatan untuk kemakmuran global.
(afp/red)