Kim Jong Un bersama putrinya Ju Ae. (Foto: KCNA melalui
KNSAFPSTR)
Pyongyang - Konflik
makin memanas akhir-akhir ini antara Korea Selatan dan Korea Utara dipicu
pengiriman balon udara berisi sampah dan dibalas propanda menyiapkan pengeras
suara. Kondisi ini membuat Korea Selatan termasuk Amerika Serikat (AS) dan
sekutunya semakin menganggap dinasti pemimpin Korea Utara Kim Jong Un dan
militernya sebagai ancaman nyata.
Sempat muncul rumor ada strategi untuk memikat para pembantu
dekat Kim Jong Un dan pihak militernya dengan menawarkan setidaknya satu miliar
dolar untuk melakukan kudeta sehingga membunuh pemimpin Korea Utara bersama
anggota keluarganya. Cara ini mungkin akan berhasil, yang dapat mengakhiri
dekade pemerintahan otoriter di Korea Utara yang sudah berlangsung puluhan
tahun.
Tak heran Kim Jong Un juga menjadi semakin takut terhadap
segala bentuk kudeta, serangan pencegahan terhadap kemampuan nuklir Korea Utara,
yang bertujuan untuk meruntuhkan rezimnya.
Spesialis kontraterorisme Salah Uddin Shoaib Choudhury
mengungkapkan, para peneliti yang telah memantau secara dekat isu-isu Korea
Utara mengatakan ada beberapa tanda yang membuktikan bahwa Kim Jong Un semakin khawatir
akan pembunuhan terhadapnya, sehingga membuatnya tetap terjaga di malam hari.
“Para peneliti telah mengidentifikasi beberapa ketakutan
utama pemimpin Korea Utara, yang menurut mereka dapat dimanfaatkan oleh aliansi
AS-Korsel dan mencapai targetnya untuk mengakhiri Dinasti Kim,” kata Salah
Uddin, dalam tulisannya di Eurasian Times, kemarin.
Beberapa Ketakutan Jim Jong Un
Ketakutan itu yakni dibunuh atau digulingkan melalui kudeta,
ketakutan akan serangan pendahuluan terhadap kemampuan nuklirnya, serta
ketakutan akan masuknya informasi dari luar yang mengungkap rahasianya.
Realitas Korea Selatan yang sangat maju dan kehidupan sehari-hari masyarakatnya
yang bebas dan sejahtera membuat Kim takut orang-orang Korea Utara mengetahui
kesalahannya sendiri dan kesalahan keluarganya.
"Misalnya informasi tentang ibunya Ko Young-hee, yang
merupakan etnis Korea yang lahir di Jepang dan keberadaan empat istri ayahnya
Kim Jong-il. Juga ketakutan akan reformasi dan keterbukaan dan ketakutan akan
runtuhnya rezimnya secara tiba-tiba yang akan mengakibatkan ketidakmampuan
Partai Pekerja Korea (KPA) untuk tetap berkuasa," kata Salah Uddin Shoaib.
Kim Jong Un juga menderita ketakutan akan kemarahan yang
tersembunyi di dalam negerinya, serta di dalam lembaga militer dan intelijen.
Karena ketakutan tersebut, Kim Jong Un terus melakukan eksekusi dan pembersihan
pejabat dan perwira, termasuk perwira tinggi militer serta tokoh penting di
badan intelijen negara.
Pejabat tinggi Partai Pekerja Korea berada di bawah kendali
ketat melalui pemantauan setiap jam setiap hari, yang dilakukan oleh Departemen
Organisasi dan Bimbingan, yang dikenal sebagai menara kendali pelanggaran hak
asasi manusia.
Undang-undang yang Kejam
Kim Jong Un selama ini memberlakukan undang-undang yang
kejam berjudul 'Undang-Undang Penolakan Pemikiran dan Budaya Reaksioner' pada
tahun 2020, yang diubah pada tahun 2022 untuk sepenuhnya memblokir informasi
luar dari negara tetangga Korea Selatan, AS, atau pers bebas mana pun di negara
tersebut sehingga masyarakat Korea Utara tidak dapat mengakses informasi apa
pun.
Berdasarkan undang-undang ini, saluran televisi dan stasiun
radio Korea Selatan dan asing dilarang keras di Korea Utara. Siapapun warga
yang ketahuan menonton atau mendengarkan saluran televisi atau stasiun radio
ini atau menyimpan film, publikasi, lagu, atau foto Korea Selatan atau Amerika
akan dimasukkan ke penjara untuk jangka waktu tidak terbatas atau dieksekusi.
Sementara itu, kekhawatiran serius Kim Jong Un lainnya
adalah kemungkinan kembalinya Donald Trump ke kursi kepresidenan pada Januari
tahun depan. Dia khawatir Trump akan menawarinya perdamaian atau tindakan
keras, yang menurut Kim pada akhirnya akan mengakibatkan runtuhnya
pemerintahannya.
Pada saat yang sama, ia memahami bahwa prospek mendapatkan
bantuan tanpa batas dari Trump atau Biden atau pemerintahan AS lainnya sangat
kecil – bahkan mustahil. Di sisi lain, Kim juga takut dengan tindakan lebih
keras yang diambil Donald Trump, seperti serangan rudal atau drone di wilayah
Korea Utara.
Yang paling penting, Kim Jong Un mungkin tidak mendapatkan
dukungan dari Rusia, China, atau Iran begitu ia menghadapi tekanan dari
pemerintahan Trump atau serangan rudal di wilayah Korea Utara.
Dengan semua alasan kekhawatiran dan ketakutan yang serius
ini, di sisi lain Kim Jong Un telah mengungkap krisis ekonomi akut di Korea
Utara. Ia terpaksa menutup sejumlah besar misi diplomatik di seluruh dunia.
Entitas bisnis Korea Utara, termasuk 'Restoran Pyongyang' secara bertahap
menutup operasi di berbagai negara karena tidak dapat menghasilkan keuntungan.
Selain itu, selama beberapa dekade terakhir, sejumlah besar
warga Korea Utara yang ditempatkan di gerai komersial tersebut telah membelot,
padahal banyak dari mereka adalah agen rahasia Pyongyang. Gambaran yang sangat
suram ini membuktikan, bagi Kim Jong Un atau anggota keluarga Kim – untuk tetap
berkuasa secara bertahap menjadi sulit.
Sementara informasi terbaru tentang strategi yang diadopsi
Amerika guna memikat pembantu dekat atau pihak militer dengan menawarkan
setidaknya satu miliar dolar untuk melakukan serangan kudeta dan membunuh
pemimpin Korea Utara telah menimbulkan ketakutan besar bagi Kim. Apalagi saat
ini sebagian besar warga Korea Utara termasuk para pemimpinnya mengalami kesulitan
ekonomi bahkan memaksa mereka untuk bertahan hidup, hanya dengan sekali makan
sehari.
(kcna/reut)