Bank syariah Indonesia (BSI).
Jakarta - Direktur
Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas) Yusuf Wibisono menyatakan
secara makro, penarikan uang sebesar Rp15 Triliun oleh Muhammadiyah dari Bank
Syariah Indonesia (BSI) tak akan mengganggu industri perbankan syariah,
melainkan mengguncang BSI jika para anggota Muhammadiyah ikut menarik dana
pribadinya.
Yusuf mengatakan,
yang dilakukan Muhammadiyah adalah memindahkan dana dari satu bank syariah ke
bank syariah lainnya, seperti ke Bank Muamalat, Bank Bukopin Syariah, Bank Mega
Syariah dan lainnya.
Ia menyatakan yang perlu diwaspadai adalah
dampak dari kebijakan Muhammadiyah ini terhadap pendanaan dan likuiditas BSI.
"Dibandingkan
dengan DPK (dana pihak ketiga) BSI yang di kisaran Rp300 triliun, dana Rp 15
triliun yang akan dipindahkan Muhammadiyah memang hanya sekitar 5 persen saja
dari DPK BSI, namun dana Rp15 triliun tentu akan sangat signifikan mempengaruhi
likuiditas BSI dalam jangka pendek," ucap Yusuf kepada Inilah.com saat
dihubungi di Jakarta, Minggu (23/6/2024).
Yusuf
menjelaskan, dari total uang DPK yang dihimpun BSI, sekitar 85 persen sudah
disalurkan menjadi pembiayaan. Jika Muhammadiyah melakukan penarikan dana Rp15
triliun, tentu hal tersebut sangat signifikan memengaruhi likuiditas BSI dalam
jangka pendek.
Yang lebih
berbahaya, tutur dia, jika para anggota dan simpatisan mengikuti langkah
Muhammadiyah dalam menarik tabungan dana pribadi mereka dari BSI. Atau, bisa
juga cabang-cabang bisnis Muhammadiyah, tak lagi mempercayakan penyimpanan
uangnya pada BSI.
"Maka
menjadi tantangan bagi BSI untuk memastikan bahwa pemindahan dana ini dilakukan
secara bertahap dalam jangka waktu yang cukup panjang. Lebih jauh, mitigasi
tidak hanya dilakukan untuk dampak langsung namun juga dampak tidak langsung.
Bukan tidak mungkin para simpatisan akan tarik uang juga," ujar dia
menjelaskan.
Diketahui, PP
Muhammadiyah menarik dana jumbo Rp15 triliun dari brangkas Bank Syariah
Indonesia (BSI), muncul spekulasi liar. Petinggi PP Muhammadiyah gagal menjabat
Komisaris BSI.
Informasinya,
pihak BSI-lah yang proaktif menawarkan posisi komisaris dan dewan pengawas
syariah (DPS) kepada PP Muhammadiyah. Berkali-kali diajukan tapi ditolak.
Barulah pada penawaran ketiga, PP Muhammadiyah memberikan lampu hijau.
Disodorkanlah dua
nama melalui surat bernomor 145/I.0/A/2024. Yakni, Jaih Mubarak untuk calon DPS
dan Abdul Mu'ti untuk calon komisaris.
Keduanya bukan
orang sembarangan di PP Muhammadiyah. Jaih Mubarak, misalnya, menjabat Wakil
Ketua II Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah. Sedangkan Abdul Mu'ti
adakah Sekretaris Umum PP Muhammadiyah.
Namun, keputusan
RUPS BSI yang digelar 17 Mei 2024, hasilnya di luar dugaan. Karena, hanya
meloloskan Jaih Mubarak sebagai dewan pengawas. Sedangkan Abdul Mu'ti
terpental. Posisinya diambil alih politikus Gerindra, Felicitas Tallulembang.
(jhn/nr)