Situasi Masjidilharam saat ibadah Haji (Foto: Shutterstock)
Riyadh - Pemerintah
Arab Saudi telah menegaskan kembali pendiriannya bahwa ibadah haji tahunan
Islam hanya merupakan acara keagamaan untuk beribadah saja, bukan sebagai
tempat untuk berekspresi politik. Karena itu pemerintah akan menindak kegiatan
apapun yang berkaitan dengan hal ini.
Menurut berbagai laporan, Menteri Tawfiq Al-Rabia
mengatakan, Haji adalah untuk ibadah, bukan untuk slogan politik apa pun. Ia
menambahkan bahwa kepemimpinan berkomitmen untuk memastikan ibadah haji
mewujudkan tingkat ketaatan, ketenangan, dan spiritualitas tertinggi.
Komentar dari Menteri Tawfiq Al-Rabia itu merupakan tanggapan terhadap pertanyaan seorang jurnalis kepadanya tentang peraturan dan tindakan hukuman terkait dengan tampilan slogan politik dan sektarian.
Pernyataan ini seiring dengan kedatangan jutaan orang dari seluruh dunia ke
Mekah untuk menunaikan ibadah haji, setelah Mahkamah Agung Arab Saudi
mengumumkan bahwa ibadah haji akan dimulai pada tanggal 14 Juni dan Idul Adha,
yang menandai berakhirnya ibadah haji, akan jatuh pada 16 Juni.
Haji adalah salah satu dari lima rukun Islam, kewajiban bagi
seluruh umat Islam untuk menunaikan setidaknya sekali seumur hidup jika mereka
sehat dan mampu secara finansial. Meskipun merupakan hal yang lumrah bagi pihak
berwenang untuk memastikan tidak ada simbol politik yang ditampilkan selama
ibadah haji, pernyataan tersebut telah menimbulkan pertanyaan apakah
jelas-jelas merujuk pada solidaritas terhadap Gaza di tengah perang brutal
Israel di wilayah tersebut.
Bulan lalu, pemerintah Saudi dilaporkan meningkatkan
penangkapan terhadap warga yang mengkritik Israel di media sosial, Bloomberg
melaporkan mengutip para pejabat dan aktivis. Meskipun kerajaan tersebut tidak
secara resmi mengakui Israel sejak berdirinya negara tersebut pada tahun 1948,
spekulasi telah tersebar luas mengenai potensi kesepakatan normalisasi antara
Riyadh dan Tel Aviv menyusul langkah serupa yang dilakukan oleh Uni Emirat Arab
dan Bahrain.
Kementerian luar negeri kerajaan tersebut mengatakan pada
bulan Februari bahwa normalisasi dengan Israel tidak akan terjadi tanpa
gencatan senjata di Gaza dan langkah-langkah yang diambil untuk mencapai negara
Palestina.
Perang Israel di Gaza telah menewaskan lebih dari 36.700
warga Palestina sejak Oktober dan melukai sedikitnya 83.000 lainnya dalam
jangka waktu yang sama. Pengeboman tersebut telah menghancurkan daerah kantong
tersebut dan meratakan seluruh lingkungan.
(reut/al-ja)