Notification

×

Iklan

Iklan

RUU Penyiaran Berpotensi Jadi Alat Kekuasaan Batasi Kebebasan Sipil

Jumat, 17 Mei 2024 | Mei 17, 2024 WIB Last Updated 2024-05-18T02:38:43Z

 

Revisi UU Penyiaran dianggap bisa memberangus kebebasan pers.


JAKARTA - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mengkritisi draf Revisi Undang-Undang (RUU) Penyiaran yang berpotensi mengancam iklim demokrasi dan kebebasan pers di Indonesia. Selain itu juga bisa menghambat pemberantasan korupsi.

 

"Sejumlah pasal multitafsir dan sangat berpotensi digunakan oleh alat kekuasaan untuk membatasi kebebasan sipil dan partisipasi publik," kata Ketua YLBHI M Isnur dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (18/5/2024).

 

Isnur menyebut, Pasal 50 B ayat (2) huruf c RUU Penyiaran terkait larangan liputan investigasi jurnalistik menjadi salah satu klausul yang multitafsir. Menurutnya, keberadaan klausul itu telah merugikan masyarakat.

 

"Hal ini jelas merugikan masyarakat, sebab, dalam lingkup pemberantasan korupsi, produk jurnalistik kerap menjadi kanal alternatif untuk membongkar praktik kejahatan atau penyimpangan tindakan pejabat publik," terang Isnur.

 

Sebelumnya, Ketua Komisi I DPR, Meutya Hafid menegaskan, sampai saat ini revisi Undang-Undang (UU) tentang Penyiaran belum ada. Dia menyebutkan, yang menjadi polemik belakangan ini hanya sebatas draf saja.

 

"RUU Penyiaran saat ini belum ada, yang beredar saat ini adalah draf yang mungkin muncul dalam beberapa versi dan masih amat dinamis. Sebagai draf, tentu penulisannya belum sempurna dan cenderung multitafsir," kata Meutya dalam keterangannya, Kamis 16 Mei 2024.

 

(tem/red)

×
Berita Terbaru Update