Notification

×

Iklan

Iklan

SYL Ngaku tak Lakukan Pemerasan, Jaksa KPK Ingatkan Lagi Fakta Persidangan

Senin, 08 Juli 2024 | Juli 08, 2024 WIB Last Updated 2024-07-08T17:35:40Z

 

Sidang Dugaan korupsi di Kementan dengan Terdakwa Mantan Mentan SYL di PN Tipikor Jakarta.



Jakarta - Jaksa Penuntut KPK kembali mengingatkan sejumlah kesaksian selama persidangan korupsi dugaan penerimaan gratifikasi dan pemerasan pejabat eselon Kementan.

 

Sebelumnya, mantan Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpon (SYL) dalam pledoinya, membantah melakukan pemerasan terhadap sejumlah pejabat Kementan untuk kepentingan pribadi, hingga partai.

 

Mematahkan argumen eks Mentan Syahrul Yasin Limpo (SYL) yang membantah tidak melakukan pemerasan dengan mematok 20 persen tiap anggaran masing-masing instansi Kementan dengan dalih hak diskresi.

 

"Terdakwa meminta jatah 20 persen anggaran Kementan RI yang dibungkus dalam bentuk program, diskresi 20 persen anggaran tersebut memberi kewenangan kepada terdakwa untuk menggunakan secara bebas, sesuka hati terdakwa tanpa pertanggungjawaban yang jelas," ujar Jaksa Meyer Simanjuntak ketika membaca replik, di ruang sidang Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (8/7).

 

"Padahal menteri bukanlah pelaksana teknis, semestinya penggunaan anggaran diserahkan penuh kepada masing-masing Dirjen teknis yang lebih memahami kebutuhan di lapangan dan penggunaan anggarannya," sambungnya.

 

Jaksa Meyer menambahkan, dalih SYL yang mengaku tidak meminta uang sharing untuk kebutuhan pribadi maupun keluarganya dapat terpatahkan dengan sejumlah barang bukti yang dikumpulkan oleh penyidik KPK.

 

"Didukung barang bukti elektronik, chat WA antara terdakwa SYL dengan Imam Mujahidin Fahmid, serta adanya barang bukti antara lain dokumen catatan staf Kementan RI dan bukti kuitansi serta transfer uang pembayaran kebutuhan menteri dan keluarganya," jelasnya.

 

Selain itu, Jaksa KPK juga mementahkan argumen SYL yang mengaku miskin dengan dalih tinggal perumahan BTN Makassar yang kebanjiran hingga mengaku seharusnya dirinya kaya melakukan pemerasan pejabat eselon Kementan dengan keuntungan mencapai Rp15 triliun.

 

Menurutnya, dari hasil penggeledahan dan penyitaan barang bukti tindak pidana pencucian uang (TPPU) SYL bahwa eks Mentan itu memang kaya raya dari uang hasil korupsi.

 

Adapun kekayaan SYL dari uang sumber haram itu dapat dilihat dari uang puluhan miliar disita KPK ketika menggeledah rumah Mentan di Widya Chandra, Jakarta Selatan; rumah milik SYL disita KPK di daerah Limo, Jakarta Selatan; rumah mewah yang disita Panakkukang, Makassar; dan uang miliaran milik SYL dari rekening yang telah diblokir.

 

Serta, mobil Vellfire yang disita, mobil Mercy Sprinter, hingga membayar kontrak kuasa hukum Febri Diansyah Cs sebesar Rp1,3 miliar.

 

"Masih banyak lagi aset aset terdakwa lainnya baik yang disimpan maupun disembunyikan   yang masih didalami di dalam TPPU seperti diduga hotel dan lainnya yang hingga saat ini masih dalam penyidikan dalam perkara TPPU atas nama terdakwa," tutur Jaksa Meyer.

 

Maka itu, kata Jaksa Penuntut KPK, Majelis Hakim Tipikor Rianto Adam Pontoh Cs harus menolak pleidoi SYL dan tim penasihat hukumnya."Dengan demikian, dalih terdakwa tersebut adalah tidak  berdasar dan patut ditolak atau setidaknya dikesampingkan," ucapnya.

 

Sebelumnya, Jaksa KPK menuntut SYL agar dihukum 12 tahun penjara dan denda sebesar Rp500 juta. Serta, dituntut membayar uang pidana pengganti sebesar Rp44.269.777.204 dan US$30 juta.

 

Sedangkan anak buah SYL, mantan Sekjen Kementan Kasdi Subagyono dan eks Direktur Alsintan Muhammad Hatta, masing-masing dituntut 6 tahun penjara dan pidana denda Rp250 juta.

 

Pasalnya, Jaksa KPK meyakini SYL Cs melakukan pemerasan ke pejabat eselon Kementan sebesar Rp 44,7 miliar. Uang itu dikumpulkan oleh Kasdi dan Hatta.

 

(sry/sry)

×
Berita Terbaru Update