Sidang Dugaan korupsi di Kementan dengan Terdakwa Mantan Mentan SYL di PN Tipikor Jakarta.
Jakarta - Jaksa
Penuntut KPK kembali mengingatkan sejumlah kesaksian selama persidangan korupsi
dugaan penerimaan gratifikasi dan pemerasan pejabat eselon Kementan.
Sebelumnya, mantan Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin
Limpon (SYL) dalam pledoinya, membantah melakukan pemerasan terhadap sejumlah
pejabat Kementan untuk kepentingan pribadi, hingga partai.
Mematahkan
argumen eks Mentan Syahrul Yasin Limpo (SYL) yang membantah tidak melakukan
pemerasan dengan mematok 20 persen tiap anggaran masing-masing instansi
Kementan dengan dalih hak diskresi.
"Terdakwa meminta jatah 20 persen anggaran Kementan RI
yang dibungkus dalam bentuk program, diskresi 20 persen anggaran tersebut
memberi kewenangan kepada terdakwa untuk menggunakan secara bebas, sesuka hati
terdakwa tanpa pertanggungjawaban yang jelas," ujar Jaksa Meyer
Simanjuntak ketika membaca replik, di ruang sidang Pengadilan Tipikor, Jakarta
Pusat, Senin (8/7).
"Padahal menteri bukanlah pelaksana teknis, semestinya
penggunaan anggaran diserahkan penuh kepada masing-masing Dirjen teknis yang
lebih memahami kebutuhan di lapangan dan penggunaan anggarannya,"
sambungnya.
Jaksa Meyer menambahkan, dalih SYL yang mengaku tidak
meminta uang sharing untuk kebutuhan pribadi maupun keluarganya dapat
terpatahkan dengan sejumlah barang bukti yang dikumpulkan oleh penyidik KPK.
"Didukung barang bukti elektronik, chat WA antara
terdakwa SYL dengan Imam Mujahidin Fahmid, serta adanya barang bukti antara
lain dokumen catatan staf Kementan RI dan bukti kuitansi serta transfer uang
pembayaran kebutuhan menteri dan keluarganya," jelasnya.
Selain itu, Jaksa KPK juga mementahkan argumen SYL yang
mengaku miskin dengan dalih tinggal perumahan BTN Makassar yang kebanjiran
hingga mengaku seharusnya dirinya kaya melakukan pemerasan pejabat eselon
Kementan dengan keuntungan mencapai Rp15 triliun.
Menurutnya, dari hasil penggeledahan dan penyitaan barang
bukti tindak pidana pencucian uang (TPPU) SYL bahwa eks Mentan itu memang kaya
raya dari uang hasil korupsi.
Adapun kekayaan SYL dari uang sumber haram itu dapat dilihat
dari uang puluhan miliar disita KPK ketika menggeledah rumah Mentan di Widya
Chandra, Jakarta Selatan; rumah milik SYL disita KPK di daerah Limo, Jakarta
Selatan; rumah mewah yang disita Panakkukang, Makassar; dan uang miliaran milik
SYL dari rekening yang telah diblokir.
Serta, mobil Vellfire yang disita, mobil Mercy Sprinter,
hingga membayar kontrak kuasa hukum Febri Diansyah Cs sebesar Rp1,3 miliar.
"Masih banyak lagi aset aset terdakwa lainnya baik yang
disimpan maupun disembunyikan yang
masih didalami di dalam TPPU seperti diduga hotel dan lainnya yang hingga saat
ini masih dalam penyidikan dalam perkara TPPU atas nama terdakwa," tutur
Jaksa Meyer.
Maka itu, kata Jaksa Penuntut KPK, Majelis Hakim Tipikor
Rianto Adam Pontoh Cs harus menolak pleidoi SYL dan tim penasihat
hukumnya."Dengan demikian, dalih terdakwa tersebut adalah tidak berdasar dan patut ditolak atau setidaknya
dikesampingkan," ucapnya.
Sebelumnya, Jaksa KPK menuntut SYL agar dihukum 12 tahun
penjara dan denda sebesar Rp500 juta. Serta, dituntut membayar uang pidana
pengganti sebesar Rp44.269.777.204 dan US$30 juta.
Sedangkan anak buah SYL, mantan Sekjen Kementan Kasdi
Subagyono dan eks Direktur Alsintan Muhammad Hatta, masing-masing dituntut 6
tahun penjara dan pidana denda Rp250 juta.
Pasalnya, Jaksa KPK meyakini SYL Cs melakukan pemerasan ke
pejabat eselon Kementan sebesar Rp 44,7 miliar. Uang itu dikumpulkan oleh Kasdi
dan Hatta.
(sry/sry)