Ilustrasi: Peringatan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mewaspadai jebakan pinjaman online ilegal,
Jakarta Timur - Polres
Metro Jakarta Timur mengusut kasus puluhan pelamar kerja yang diduga menjadi
korban penipuan bermodus pencurian data pribadi untuk pinjaman daring
(online/pinjol).
"Kami telah periksa sebanyak enam orang saksi yakni
para korban. Kami akan memeriksa para saksi lainnya dan memanggil terlapor
berinisial R tadi untuk dimintai keterangan sebagai saksi," kata Kapolres
Metro Jaktim Kombes Pol Nicolas Ary Lilipaly ketika dikonfirmasi di Jakarta,
Senin (8/7).
Berdasarkan laporan yang masuk pada 5 Juni 2024, jumlah
pelamar kerja yang menjadi korban sebanyak 26 orang.
Para korban, kata dia, diiming-imingi pekerjaan oleh
terlapor dan para korban diminta untuk menyerahkan KTP dan foto diri kepada
terlapor R."Si terlapor dalam hal ini saudara R melakukan modus operandi
berupa dia berlagak seperti penyalur tenaga kerja di toko telepon seluler. Dia
mencari mangsa dengan catatan bahwa mangsa atau korban ini dapat memberikan
identitas aslinya, berupa KTP dan membuat swafoto diri," ujar Nicolas.
Kemudian, data korban tersebut digunakan untuk pinjaman
online. Para korban mengalami kerugian hingga Rp1 miliar
lebih."Pemeriksaan kami terhadap para saksi yang ada, bahwa terlapor R ini
melakukan seorang diri," ucapnya.
Sebelumnya, puluhan orang pelamar kerja diduga menjadi
korban penipuan dan penggelapan bermodus pencurian data pribadi untuk pinjaman
daring (online/pinjol) oleh oknum karyawan toko penjualan telepon seluler
(ponsel) di Pusat Grosir Cililitan (PGC), Jakarta Timur.
Salah satu korban, Muhammad Lutfi (31) di Mapolres Metro
Jakarta Timur, Jumat (5/7) mengatakan puluhan pelamar kerja itu pada awal Mei
2024 dijanjikan pekerjaan dengan syarat menyerahkan KTP dan ponsel bersamaan
dengan surat lamaran kepada R (terlapor), selaku karyawan toko konter ponsel
Wahana Store PCG, Kramat Jati.
Namun, data para pelamar kerja itu diduga dicuri oleh R
untuk mengajukan pinjol. Bahkan, total kerugian yang dialami puluhan korban
mencapai Rp1 miliar lebih.
"Awalnya R (terlapor) menawarkan pekerjaan sebagai
admin konter ponsel. Selanjutnya para korban menyerahkan beberapa persyaratan
seperti KTP berikut foto diri," kata warga Ciracas itu.
Kemudian tanpa seizin dan sepengetahuan korban, ternyata
terlapor R telah menginstal aplikasi tertentu di ponsel milik para
korban."Tiba-tiba ada transaksi tagihan pinjaman dan kredit 'online' yakni
seperti Shopeepay later, Adakami, Home Kredit, Kredivo, Akulaku dan lainnya.
Sedangkan kami para korban tidak pernah mengajukan transaksi tersebut,"
ujarnya.
(rns/rns)