Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata.
Jakarta - Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan 12 orang tersangka dalam pengembangan
perkara suap pengelolaan dana pokok pikiran (Pokir) terkait alokasi dana hibah
Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Jatim).
"Sekitar 12 (tersangka baru)," kata Wakil Ketua
KPK Alexander Marwata ketika dihubungi wartawan, Rabu (10/7).
Alex menyebutkan, sekitar belasan tersangka, empat
diantaranya merupakan Anggota DPRD Jatim. Akan tetapi, ia belum mau membeberkan
identitasnya.
"Dari anggota DPRD 4 orang kalau enggak salah,"
ujar Alex.
Alex menjelaskan, untuk mengumpulkan alat bukti keterlibatan
para tersangka dalam perkara suap dana hibah Pemprov itu pihaknya telah
menggeledah sejumlah lokasi pada hari ini.
"Iyes (ada penggeledahan). Penggeledahan kan salah satu
giat di penyidikan untuk melengkapi alat Bukti," kata Alex.
Kasus ini merupakan pengembangan perkara suap mantan Wakil
Ketua DPRD Provinsi Jatim, Sahat Tua P Simandjuntak (STPS).
Dalam kontruksi kasusnya, Pemprov Jatim merealisasikan dana
belanja hibah dengan jumlah seluruhnya sekitar Rp7,8 triliun kepada badan,
lembaga, hingga organisasi kemasyarakatan (ormas) yang ada di Pemprov Jatim
pada tahun 2020 dan 2021.
Distribusi penyalurannya antara lain melalui Kelompok
Masyarakat (Pokmas) untuk proyek infrastruktur hingga sampai tingkat pedesaan.
Terkait pengusulan dana belanja hibah tersebut merupakan penyampaian aspirasi
dan usulan dari para anggota DPRD Jatim, salah satunya adalah Sahat.
Sahat menawarkan diri membantu dan memperlancar pengusulan
pemberian dana hibah tersebut dengan adanya kesepakatan pemberian sejumlah uang
sebagai uang muka alias ijon. Kemudian Abdul Hamid menerima tawaran tersebut.
Diduga Sahat mendapat bagian 20 persen dari nilai penyaluran
dana hibah yang akan disalurkan sedangkan Abdul Hamid mendapatkan bagian 10
persen. Adapun besaran nilai dana hibah yaitu di tahun 2021 dan 2022 telah
disalurkan masing-masing sebesar Rp 40 miliar.
Agar alokasi dana hibah untuk tahun 2023 dan 2024 bisa
kembali diperoleh Pokmas, Abdul Hamid kemudian kembali menghubungi Sahat dan
sepakat menyerahkan sejumlah uang sebagai ijon sebesar Rp 2 miliar.
Sahat pun dinyatakan terbukti bersalah oleh Majelis Hakim PN
Tipikor Surabaya atas kasus korupsinya dengan pidana penjara selama 9 tahun.
Dia terbukti melanggar pasal 12 a juncto pasal 18
undang-undang RI nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana
korupsi.
Hakim juga memperberat hukuman Sahat dengan denda Rp1 miliar
subsider 6 bulan. Lalu hakim memerintahkan Sahat mengembalikan kerugian negara
sebesar Rp 39,5 miliar.
(hdr/hdr)