Mahfud MD di UII Yogyakarta, Rabu (22/4/2024).
Jakarta - Mantan
Menkopolhukam Mahfud MD menanggapi keras Putusan MA Nomor 23 soal syarat batas
usia pencalonan kepala daerah. Bahkan, Mahfud sempat menyebut diksi 'mual'.
"Saya sebenarnya sudah agak males komentar ini. Satu,
kebusukan cara kita berhukum lagi untuk dikomentari sudah membuat mual,"
kata Mahfud di akun Youtube pribadinya dikutip Rabu (5/6).
"Sehingga saya berbicara oh yasudahlah apa yang aku mau
lakukan aja, merusak hukum," imbuhnya.
Namun akhirnya cawapres 03 pada Pilpres 2024 itu akhirnya
berkomentar. Penyebabnya koleganya, Gayus Lumbuun, menurutnya mengeluarkan
pernyataan yang tak sesuai.
"Tapi kemudian saya merasa terpanggil juga untuk
menjawab pertanyaan itu karena ada pernyataan mantan Hakim Agung sahabat saya
Pak Gayus Lumbuuun yang menyatakan putusan MA seperti itu progresif dan maju
bagi demokrasi."
"Karena yang menyebut seperti itu Pak Gayus, dan banyak
yang bertanya kepada saya melalui medsos. Jangan-jangan Pak Gayus Lumbuun ini
salah baca karena menurut saya putusan MA ini salah," sambung dia.
Mahfud pun mengungkap analisisnya. Menurutnya, tak ada
alasan MA mengabulkan gugatan Partai Garuda soal batas usia maju sebagai kepala
daerah.
"Kenapa? Dia (Putusan MA) memutuskan atau membatalkan
satu isu Peraturan KPU yang sudah sesuai dengan UU tetapi dinyatakan
bertentangan dengan UU. Begini, KPU semula mengatur sesuai ketentuan UU pasal 7
UU Nomor 10 tahun 2016 itu, KPU mengatur begini untuk menjadi calon itu untuk
mencalonkan diri atau dicalonkan hak setiap orang, itu ayat 1," urainya.
"Lalu di ayat 2-nya persyaratan untuk menjadi calon
atau mencalonkan diri sebagaimana ayat 1 diatur dengan 'syarat-syarat sebagai
berikut'. Lalu ayat 2 butir E menyebut pada saat mencalonkan diri seperti pasal
1 itu dia harus berumur 30 tahun untuk cagub dan atau wagub," sambung dia.
"Dan 25 tahun untuk bupati wakil bupati serta wali kota
dan wakil wali kota."
Mantan Ketua MK itu pun heran mengapa akhirnya putusan itu
muncul. Tak ada yang salah dengan Peraturan KPU.
"Ini tiba-tiba dibatalkan karena katanya bertentangan.
Loh bertentangan dengan yang mana? Loh wong peraturan KPU sudah benar. Kalau
memang itu mau diterima putusan MA berarti ia membatalkan isi UU sedangkan
menurut hukum, konstitusi kita, MA tidak boleh melakukan judicial review atau
membatalkan isi UU," katanya.
"Kalau isi UU mau dibatalkan itu cuma 2 caranya. 1
legislative review atau judicial review oleh MK bukan MA. Atau Perppu kalau
darurat, ini jauh melampaui kewenangan MA."
"Saya khawatir, jangan-jangan hakim ini enggak baca
pasal 7 ayat 1-nya ya. Orang yang sedikit saja mengerti dan membaca
perundang-undangan sudah pasti tahu jawabannya," tutupnya.
(kump/red)