Jakarta - Anggota
Komisi VI DPR dari Fraksi Demokrat Herman Khaeron atau yang akrab disapa Hero,
menegaskan tidak mungkin Muhammadiyah begitu saja menarik dana dari Bank
Syariah Indonesia (BSI), tanpa ada pemicu hal tersebut.
"Muhammadiyah tidak mungkin serta merta menarik dananya
jika tidak ada pemicunya," ucap Hero kepada wartawan di Jakarta, Minggu (23/6).
Ia mendesak BSI terbuka soal hal ini ke publik, seraya juga
menyerukan perbaikan diri dalam hal profesionalitas terhadap layanan konsumen.
"Saya belum mendapat kepastian mana yang benar atas
latar belakang kejadian ini, namun BSI harus profesional dan menjaga
kepercayaan customer dengan baik," katanya.
Insiden penarikan dana ini, tutur dia, harus jadi momentum
untuk mengevaluasi kinerja, mengingat sebelum ada kejadian ini BSI juga pernah
jadi sorotan publik soal keamanan jaringan.
"Dan ini kejadian yang mendapat perhatian publik kedua,
setelah sebelumnya kena serangan hacker dan shut down," tutur dia.
Diketahui, PP Muhammadiyah menarik dana jumbo Rp15 triliun
dari brangkas Bank Syariah Indonesia (BSI), muncul spekulasi liar. Petinggi PP
Muhammadiyah gagal menjabat Komisaris BSI.
Informasinya, pihak BSI-lah yang proaktif menawarkan posisi
komisaris dan dewan pengawas syariah (DPS) kepada PP Muhammadiyah. Berkali-kali
diajukan tapi ditolak. Barulah pada penawaran ketiga, PP Muhammadiyah
memberikan lampu hijau.
Disodorkanlah dua nama melalui surat bernomor
145/I.0/A/2024. Yakni, Jaih Mubarak untuk calon DPS dan Abdul Mu'ti untuk calon
komisaris.
Keduanya bukan orang sembarangan di PP Muhammadiyah. Jaih
Mubarak, misalnya, menjabat Wakil Ketua II Majelis Tarjih dan Tajdid PP
Muhammadiyah. Sedangkan Abdul Mu'ti adakah Sekretaris Umum PP
Muhammadiyah.
Namun, keputusan RUPS BSI yang digelar 17 Mei 2024, hasilnya
di luar dugaan. Karena, hanya meloloskan Jaih Mubarak sebagai dewan pengawas.
Sedangkan Abdul Mu'ti terpental. Posisinya diambil alih politikus Gerindra,
Felicitas Tallulembang.
(sry/sry)