Mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo.
Jakarta - Presiden
Joko Widodo (Jokowi) disebut risih dengan prilaku nepotisme yang dilakukan oleh
mantan Mentan Syahrul Yasin Limpo (SYL). Pasalnya SYL memasukkan orang
terdekatnya di Makassar ke jajaran pejabat Kementan.
Hal ini diungkapkan oleh Jaksa Penuntut KPK ketika
membeberkan isi percakapan WhatsApp (WA) mantan stafsus Mentan Imam Mujahidin
Fahmid dengan SYL, di pengadilan Tipikor Jakpus, Jumat (28/6).
Awalnya jaksa menjelaskan, dalam tangkapan layar bukti
elektronik tersebut, Imam berkeluh kesah kepada SYL bahwa pegawai Kementan
tidak suka dengan praktik Kolusi Korupsi Nepotisme (KKN) tersebut.
Dalam isi percakapan itu, SYL disebut memeras pejabat
Kementan untuk memenuhi kebutuhan pribadi, keluarga, hingga partai NasDem.
"Pada percakapan chat WA tersebut terdakwa dan Imam
Mujahidin Fahmid membahas kondisi di Kementerian Pertanian RI, yang pada pokoknya
jajaran Kementan RI semua resah atas perbuatan terdakwa yang setiap saat
meminta dipenuhi permintaannya, permintaan sanak keluarga terdakwa, dan
keperluan Partai Nasdem," ucap Jaksa ketika membacakan surat tuntutan.
"Sehingga jajaran Kementan harus membuat
pertanggungjawaban fiktif untuk memenuhi nafsu permintaan terdakwa,"
sambung Jaksa.
Jaksa menambahkan, Imam juga menyebut nama Presiden Joko
Widodo yang dinilai tidak suka dengan cara SYL yang memasukkan orang
terdekatnya di Makassar untuk masuk jajaran pejabat Kementan.
Salah satunya, orang kepercayaan SYL, Muhammad Hatta yang
dilantik menjadi Direktur Pupuk dan Pestisida. Lalu, Muhammad Hatta menjabat
sebagai Direktur Alat Mesin Pertanian (Alsintan) yang kini juga berstatus
terdakwa.
"Terdakwa dan Imam Mujahidin Fahmid juga membahas bahwa
Presiden Republik Indonesia sudah rishi dengan kebijakan terdakwa yang tidak
nasionalis dan semua pejabat Kementan RI diambil dari dinas di Makassar,
contohnya direktur pupuk yang dijabat oleh lulusan STPDN yang tidak sesuai
latar belakang pendidikannya, dalam hal ini yang dimaksud adalah Muhammad
Hatta," sebut jaksa.
Dengan adanya bukti itu, jaksa meminta majelis hakim menolak
bantahan SYL perihal tak pernah memerintah anak buahnya untuk mengumpulkan uang
dari para eselon I di Kementan.
"Dengan demikian, keberatan dan bantahan terdakwa
tersebut tidak berdasar dan sepatutnya ditolak atau setidak tidaknya
dikesampingkan," kata jaksa.
Sebelumnya, jaksa menuntut Majelis Hakim Tipikor Rianto Adam
Pontoh agar memvonis SYL selama 12 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider
enam bulan kurungan badan. Serta, dibebankan uang pengganti sebesar
Rp44.269.777.204.
Sedangkan anak buahnya, Eks Sekjen Kementan Kasdi Subagyono
dan Direktur Alsintan Muhammad Hatta, masing-masing dituntut 6 tahun penjara
dan denda Rp250 juta subsider tiga bulan kurungan badan.
Jaksa meyakini SYL bersama anak buahnya melakukan pemerasan
kepada pejabat eselon Kementan sebesar Rp44,7 miliar.
Uang haram tersebut untuk kepentingan pribadi SYL,
keluarganya hingga partai NasDem.
(sur/red)