Notification

×

Iklan

Iklan

PM Singapura Lee Hsien Loong, Tandai Berakhirnya Dinasti Lee

Sabtu, 18 Mei 2024 | Mei 18, 2024 WIB Last Updated 2024-05-19T16:35:42Z


PM Singapura Lee Hsien Loong mengundurkan diri. (BBC)


Singapura - Setelah 20 tahun berkuasa, Perdana Menteri Singapura, Lee Hsien Loong, mengundurkan diri. Ini sekaligus menandai berakhirnya era politik keluarga Lee di Singapura.

 

Melansir BBC, Sabtu (18/5/2024), Lee resmi menyerahkan kendali kepada Wakil Perdana Menteri merangkap Menteri Keuangan, Lawrence Wong, pada Rabu (15/5/2024) malam.

 

Sejak menjadi negara merdeka pada 1965, Singapura hanya memiliki empat perdana menteri. Semuanya dari Partai Aksi Rakyat (PAP) yang berkuasa.

 

Pertama adalah ayah Lee Hsien Loong, Lee Kuan Yew. Dia dianggap sebagai pendiri Singapura modern dan memimpin negara tersebut selama 25 tahun.

 

Para analis mengatakan, transisi ini menandai sebuah evolusi dalam kepemimpinan politik Singapura ketika negara itu keluar dari bayang-bayang keluarga Lee, meskipun Lee akan tetap berada di kabinet sebagai menteri senior.

 

Dalam wawancara terakhirnya sebagai perdana menteri dengan media lokal pada akhir pekan lalu, dia berterima kasih kepada masyarakat Singapura atas dukungan mereka.

 

“Saya tidak mencoba berlari lebih cepat dari orang lain. Saya mencoba mengajak semua orang untuk berlari bersama saya,” katanya. “Dan menurut saya, kami berhasil.”

 

Dia menambahkan, dia telah mencoba melakukan sesuatu dengan caranya, berbeda dari ayahnya dan perdana menteri sebelumnya, Goh Chok Tong.

 

Lee Hsien Loong masuk ke dunia politik pada 1984 sebagai anggota parlemen ketika ayahnya masih berkuasa.

 

Ia naik pangkat di bawah Perdana Menteri kedua Singapura, Goh Chok Tong, sebelum mengambil alih kepemimpinan pada 2004.

 

Tahun-tahun pertama karier politiknya ditandai sorotan tajam. Sejumlah kritikus menuduh keluarga Lee melakukan nepotisme dan menciptakan dinasti politik, yang berulang kali dibantah keluarga Lee.

 

Itu tak membuat sejumlah warga Singapura berhenti bercanda tentang "politik fami-Lee" serta trinitas "ayah, anak, dan Goh yang suci".

 

Namun setelah dua dekade menjabat sebagai pemimpin Singapura, Lee berhasil mencapai kesuksesan.

 

Di bawah kepemimpinannya, perekonomian Singapura tumbuh. Pulau tersebut juga menjadi pusat keuangan internasional dan salah satu tujuan wisata utama dunia. PDB per kapitanya meningkat lebih dari dua kali lipat dalam 20 tahun terakhir. Pemerintahan Lee juga dinilai kompeten dalam mengarahkan negaranya melalui beberapa resesi, krisis keuangan global, dan pandemi Covid.

 

Dalam geopolitik internasional, Lee dengan hati-hati menyeimbangkan hubungan Singapura dengan AS dan China di tengah tarik-menarik persaingan yang semakin ketat antara dua negara adidaya itu untuk mendapatkan loyalitas di Asia.

 

Pemerintahannya juga akhirnya mencabut undang-undang anti-seks gay yang kontroversial, setelah bertahun-tahun dilobi kelompok LGBTQ - meskipun kebebasan berbicara masih sangat dibatasi.

 

Dengan garis keturunan politik dan citra akademisnya, Lee secara umum sangat disukai oleh warga Singapura. Dia menduduki peringkat teratas dalam survei politisi paling populer di Singapura dan daerah pemilihannya secara konsisten menerima perolehan suara tertinggi dalam pemilu.

 

Namun dia tidak luput dari kritik atau kontroversi.

 

Keputusan Singapura untuk menerima imigran dalam jumlah besar untuk mengatasi kekurangan tenaga kerja pada akhir tahun 2000-an memicu ketidakbahagiaan yang mendalam. Ketika Singapura menjadi lebih kaya, kesenjangan sosial meningkat dan kesenjangan pendapatan semakin melebar. Di bawah kepemimpinan Lee, PAP memperoleh perolehan suara terendah pada tahun 2011 dan sekali lagi pada tahun 2020.

 

“Warisan utama Lee Hsien Loong adalah caranya meningkatkan perekonomian,” kata pakar tata kelola Singapura, Donald Low, yang merupakan akademisi di Universitas Sains dan Teknologi Hong Kong.

 

“Tetapi pada paruh pertama masa jabatannya, hal ini mengakibatkan peningkatan ketidakbahagiaan karena kenaikan kesenjangan, semakin tingginya kehadiran orang asing, persaingan untuk mendapatkan pekerjaan, kemacetan, dan potensi terkikisnya identitas kewarganegaraan,“ tambahnya.

 

(bbc/erp)

×
Berita Terbaru Update